Selasa, 10 November 2015

Pak Mudjito SEMANGAT LITERASI 80AN


Pecinta komik era 80an pasti ggak asing dengan nama nama sekelas SH Mintarja, Asmaraman S koopingho
dll, Mereka tenar berkat karya karya cerita silat.
Anda punya koleksinya ?
Kalau soal koleksi dari cerita cerita silat dari indonesia yang lengkap, di Tulungagung mungkin belum ada yang menandingi koleksinya Pak Mudjito. Buku buku komik dari pengarang
tadi, semuanya dia punya. Mudjito memang seorang pecinta komik sejak tahun 83an ia sudah mengumpulkan
hampir 300 seri untuk karya SH mintarja saja.
Tahun 80an di TUlungagung ini sempat menjamur persewaan komik dan novel, dan seiring berjalannya waktu
bergantinya jaman jadul ke era digital kemanakah buku buku jadul itu ?
Tenang, Mudjito masih mengoleksinya. Sayang memang, kalau koleksinya dibiarkan begitu saja.Makanya dengan senang hati
sambil MEMBACA sambil MINUM AIR, ia pun menyewakan koleksinya untuk para pecinta komik jadul.
Hasilnya, bisa ia nikmati sampai jelang hari tuanya ini. Hobi membaca koleksina sendiri, sambil mencari nafkah.
tak tanggung tanggung, pelangganya bisa dibilang dari kalangan high class,..dari orang kantoran, pejabat pemerintahan yang
ingin reunian dengan cerita cerita silat jadul disini dilapak kaki limanya disudut jalan antasari Tulungagung ini.
Nah di era digital seperti sekarang ini , dimana buku sudah tergantikan dengan layar monitor yang terhubung dengan internet lambat laun pembaca buku pun menyusut. Tapi, Mudjito tetap memberikan contoh bahwa buku masih menjadi jendela dunia.
Apakah sekarang Mudjito adalah satu satunya penyedia komik jadul sewaan yang masih bertahan di Tulungagung ini ? Bisa jadi ...
[Arh]

PAK MISKAN : CITA CITAKU JADI OBSERVER KEPURBAKALAAN


Masih ingat, ketika kecil dulu kita ditanya tentang cita cita? Mau jadi apa ? Kebanyakan akan menjawab, jadi guru, jadi pilot, jadi tentara, jadi polisi, dan jadi dokter.
Kenapa tak terfikir untuk menjadi seorang Observer kepurbakalaan ? padahal profesi ini tak kalah mulianya dan keren. Berkat pengabdiannyalah, banyak peninggalan kerajaan-kerajaan berupa candi yang tetap terjaga keindahannya.
Sebut aja miskan, lelaki kelahiran trowulan 40 tahun ini, telah lebih dari 10 tahun terlibat dalam perwatan benda benda purbakala , termasuk pemugaran candi sanggrahan Tulungagung.
Profesinya ini tak gampang,karena untuk bisa menjadi seorang observer kepurbakalaan harus lolos dalam ujian tertentu.
Sungguh mulia apa yng dilakukan miskan, rasa nasionalismenya yang besar, dan dukungan dari keluarga pastinya .
Nah, sobat integrito , barangkali profesi seorang observer kepurbakalaan perlu di kenalkan untuk generasi muda indonesia. Sekarang, kalau di tanya cita cita mau jadi apa , udah nggak Cuma jadi guru, dokter atau pilot aja khan ?
[arh]

Senin, 09 November 2015

Mas Didik Pengukir Wayang Kulit Tulungagung


Kalau kita masuk ke rumah pengrajin wayang  kita akan disuguhi aktivitas penatah wayang kulit yang kelihatan sangat tekun dan teliti menatah detil-detil gambar pensil di atas kulit yang sedang ditatahnya. Selain itu, di situ kita juga akan melihat gulungan kulit kerbau yang siap digambari dan ditatah, gebingan (wayang yang telah selesai ditatah namun belum disungging/dicat), dan  rak, atau bahkan kelir sebagai tempat memajang wayang yang telah jadi dan siap dipasarkan.

Mas Didik, itu namanya. Pria berusia 30 tahun asal Bendiljati wetan, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung ini sudah menekuni profesinya sebagai tukang tatah wayang kulit sejak masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Ia mengaku menyukai wayang kulit sejak masih Sekolah Dasar, lalu iseng iseng menggambar tokoh tokoh wayang di atas kertas gambar. Kesukaannnya itu terus di kembangkan, sampai akhirnya ia iseng mendapat tawaran dari salah seorang temannya untuk membuat wayang beneran dari bahan kulit kerbau.
Sejak saat itulah, ia terus mendapat pesanan untuk membuat wayang kulit dari kulit kerbau. Ia mengaku mendapat orderan dari para dalang di Tulungagung, Blitar, Malang, bahkan dari Jawa Tengah.
Kehalusan serta ketinggian kesenian kerja tangan tertera pada watak-watak wayang kulit. Ciri pembuatannya melambangkan ketelitian serta ketinggian kesenian pembuatannya. 

Ia biasanya mematok harga mulai dari Rp.100.000 hingga Rp.200.00 per tokoh wayang. Itupun tergantung juga pada tingkat kerumitannya.

Mas didik, biasanya membutuhkan waktu  1 mingguan untuk membuat sebuah wayang ukuran tanggung dengan ukiran yang cukup rumit, contohnya tokoh Rama atau Kresna. Sedangkan untuk wayang ukuran sedang dengan tingkat kerumitan yang sedang seperti Setyaki, Udawa, Aswatama, diperlukan waktu kira-kira 5 hari untuk menyelesaikannya.

Dulu, di Tulungagung banyak para pengukir wayang seperti mas didik, tapi seiring berjalannya waktu mereka banyak yang sudah gulung tikar, karena jenis pekerjaan ini bukanlah pekerjaan pokok yang bisa mencukupi kebutuhan hidup setiap hari.

Disayangkan juga memang, apalagi generasi muda Tulungagung belum kita jumpai yang tertarik untuk mempelajari jenis keterampilan ini.

Mas Didik sendiri sebagai pengrajin wayang kulit  bukan merupakan pekerjaan yang sangat pokok. Untuk menopang kebutuhan kehidupannya setiap hari dia juga bekerja sebagai penjual Nasi Goreng yang mangkal di depan rumahnya. Sambil menunggu pembeli nasi gorennya ia pun mengerjakan mengukir kulit kerbau untuk di sulap menjadi tokoh tokoh wayang.[ arh ]